Aksi Nyata Desiminasi Modul 1,4 Budaya Positif
“Berbagi Pemahaman dan
Pengalaman Penerapan Budaya Positif
Kepada Guru dan Karyawan di SMKN 1 Kota Agung Barat”
Mungkin awalnya tidak terpikirkan
oleh guru bahwa menjadi guru tidaklah semudah membalik telapak tangan. Untuk
menjadi sosok guru yang sebenarnya banyak sekali yang harus diubah terutama
mulai dari diri sendiri. Dan benar istilah
dalam bahasa jawa bahwa Guru “ Di Gugu dan Di Tiru” yang dalam bahasa
Indonesianya adalah “Guru Diikuti dan di contoh” . Diikuti dan dicontoh oleh
siapa? Tentu saja oleh murid murid yang setiap hari kita didik.
Menjadi impian setiap guru untuk
dapat melihat muridnya berperilaku baik, sopan, santun, dan berhasil bila telah
lulus bekerja di masyarakat. Menjadi
impian guru melihat rekan guru lain dapat bekerja dengan sepenuh hati
berkolaborasi mendidik murid murid, Menjadi impian memiliki lingkungan sekolah yang
mendukung bagi warga sekolah. Bagaimana bisa mewujudkan semua itu adalah
berawal dari guru yang menjadi ujung tombak pendidikan murid di sekolah.
Tugas guru tidaklah mudah, Filosofi
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “..
kita ambil contoh perbandingan dengan hidup tumbuh tumbuhan seorang petani
(dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi
misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi
tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat ulat atau
jamur jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya”. ( Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan.
Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Dari filosofi di atas, guru juga
berkewajiban menyiapkan lahan yang baik atau lingkungan yang baik bagi murid
agar dapat tumbuh dengan baik. Perbedaan latar belakang, lingkungan tempat
tinggal, kesehatan, kebutuhan hidup murid yang berbeda satu dengan yang lain
menyebabkan anak cenderung merubah perilaku sesuai kebutuhannya. Murid sudah
membawa kodratnya masing masing oleh karena itu menjadi tugas guru untuk dapat
menuntun murid menuju kodratnya
Budaya positif merupakan
perwujudan dari nilai nilai keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Budaya
Positif di sekolah yaitu nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang
berpihak pada peserta didik agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi yang
kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Dengan adanya budaya positif di
seklah diharapakan akan terbentuk murid murid yang berkarakter profil pelajar
Pancasila. Agar dapat terwujud budaya positif di sekolah dapat diupayakan
dengan adanya interaksi antara guru dan siswa. Guru mempunyai tugas menuntun
murid agar terbentuk murid yang berkarakter baik sesuai nilai nilai keyakinan
universal.
Namun ada saja warga sekolah yang
bertindak tidak sesuai budaya positif yang berakibat suasana belajar di sekolah
tidak berjalan seperti yang diharapkan. Contoh adalah siswa yang terlambat
masuk kelas, guru yang tidak hadir dengan tidak memberikan tugas kepada murid,
murid yang berantem, guru yang masih melakukan hukuman fisik, dan masih banyak lagi.
Selama ini guru mempunyai
pendapat bahwa guru dapat mengontrol murid sesuai kemauan dari guru padahal
pendapat setiap orang berbeda. Kadang
guru tidak marah kepada murid tetapi hanya memberikan kritik untuk merubah
perilakunya tetapi hal ini hanya membuat orang merasa bersalah bukan menguatkan
karakter. Juga pemikiran bahwa semua
penguatan positif efektif dan bermanfaat dan bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa. Menurut Dr. William
Glasser dalam Control Theory semua itu ternyata hanya ilusi . Jadi
sebagai seorang guru kita harus merubah paradigma stimulus respon menjadi teori
kontrol. Bahwa masing masing individulah
yang dapat mengotrol dirinya sendiri, murid dapat berubah menjadi baik karena
dari dalam dirinya sendiri. Seorang guru mungkin sering mempunyai pemikiran
bahwa melakukan pelanggaran adalah sebuah kesalahan. Padahal setiap perilaku
manusia pasti mempunyai tujuan. Demikian pula pelanggaran yang dilakukan oleh
murid pasti dilakukan karena suatu alasan, alasan tersebut adalah untuk
memenuhi kenutuhan dasar yang belum terpenuhi.
Kita sering menyamakan kata
disiplin dengan patuh terhadap peraturan, sehingga bila tidak disiplin maka aka
nada hukuman yang diberikan. Padahal disiplin dan hukuman adalah dua hal yang
berbeda, kita bisa membuat murid disiplin tanpa harus memberikan hukuman,
bahkan tidak perlu menggunakan hukuman. Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, dan untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat
utamanya adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah
disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki
motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita. Sebagai
pendidik, guru juga diharapkan mempunyai tujuan yaitu menciptakan anak-anak
yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu
pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan motivasi
ekstrinsik.
Menurut Dianne Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline ada tiga motivasi manusia dalam melakukan sesuatu
atau berperilaku, yaitu yang pertama adalah untuk menghindari ketidaknyamanan
atau hukuman, alasan kedua adalah untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan
dari orang lain, dan yang ketiga adalah untuk menjadi orang yang mereka
inginkan sesuai dengan nilai nilai yang diyakini. Alasan pertama dan kedua
merupakan motivasi eksternal yang tidak akan bertahan lama, dengan memberikan
hukuman dan imbalan murid memang mungkin akan menjadi patuh dan disiplin tetapi
tidak akan mengubah karakter murid menjadi lebih kuat.
Masih banyak guru yang suka
memberikan penghargaan yang justru melemahkan atau mematahkan motivasi murid. Guru-guru
yang masih berada dalam posisi control penghukum atau pembuat merasa bersalah
atau teman atau pemantau bukan menempatkan diri sebagai seorang manager yang
dapat memberikan win win solution. Untuk
dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif diperlukan menetapkan
keyakinan kelas terlebih dahulu agar siswa dengan kesadaran dari dalam dirinya
untuk melakukan tindakan tindakan yang seharusnya. Keyakinan kelas ini juga
berguna untuk membawa murid yang melakukan pelanggaran kembali menuju ke
kelompoknya dengan tanggung jawab dan tanpa
merasa bersalah. Masih banyak guru guru di sekolah kami yang belum paham
bagaimana membuat keyakinan kelas dan menyelesaiakn masalah dengan murid tanpa
harus dengan menghukum mereka.
Peran guru penggerak sebagai
coach bagi guru lain dibutuhkan untuk mengoptimalkan penerapan budaya positif
di sekolah, termasuk di SMKN 1 Kota Agung Barat, Kabupaten Tanggamus, provinsi
Lampung. Diseminasi dilakukan oleh Calon Guru Penggerak kepada guru dan
manajemen sekolah sebagai upaya menyebarkan
pemahaman dan pengalaman penerapan budaya positif di SMKN 1 Kota Agung Barat dengan harapan adanya
upaya dari guru – guru lain untuk dapat membentuk keyakinan kelas di kelasnya
masing masing. Selanjutnya jika seluruh guru sudah menerapkan maka akan
tercipta lingkungan yang positif dan terwujud budaya positif di sekolah.
Kegiatan desiminasi Budaya
Positif di SMKN 1 Kota Agung Barat bertujuan untuk dapat terwujudnya karakter
murid yang menerapkan budaya positif dan menumbuhkan budaya positif guru di
sekolah.
Tolak ukur keberhasilan kegiatan
desiminasi Budaya Positif di SMKN 1 Kota Agung Barat adalah Terbentuknya
keyakinan kelas, perubahan positif perilaku murid, serta semakin banyak guru
yang mengerti dan menerapkan budaya positif.
Kegiatan Desiminasi Budaya
Positif diawali dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan kepala sekolah
selaku penanggung jawab kegiatan di sekolah pada hari senin, 3 Januari 2023. Hasil
dari koordinasi ini adalah kepala sekolah memberikan ijin dan mendukung kegiatan
sepenuhnya bagi calon guru penggerak untuk melaksanakan kegiatan desiminasi
pada tanggal 6 Januari 2023 seusai rapat pemantapan tugas semester genap T.P
2022-2023.
Sesuai jadwal kegiatan desiminasi
diikuti oleh guru guru dengan materi dalam bentuk narasi maupun foto foto
dokumen kegiatan dalam bentuk power point berisi materi tentang Filosofi Ki
Hajar Dewantara, Pengertian Budaya Positif, Perubahan paradigma teori kontrol, Disiplin
dan Nilai nilai kebajikan, Teori motivasi Perilaku Manusia, Keyakinan Kelas, Hukuman
dan Penghargaan, Kebutuhan Dasar manusia, 5 posisi control, dan segitiga
restitusi. Disela penyampaian materi diadakan permainan ‘coba buka’ untuk lebih
mamantapkan pamahaman guru mengenai teori kontrol dan ice breaking untuk
membuat suasana yang menyenangkan.
Selain melakukan desiminasi
budaya positif pada guru-guru, kegiatan yamg dilakukan bersama murid adalah
dalam pembuatan keyakinan kelas. Proses membentuk keyakinan kelas dengan terlebih
dahulu merefleksi kesepakatan kelas yang sebelumya sudah dibuat. Dari kesepakatan
kelas yang telah dibuat guru dan murid berdiskusi mencari nilai kebajikan yang
terkandung di dalamnya. Guru menjelaskan kepada murid bahwa Keyakinan kelas
bukanlah peraturan – peraturan melainkan nilai kebajikan yang ada pada sebuah
peraturan. Keyakinan kelas bersifat ‘abstrak’ dari pada peraturan pada
umumnya.
Awalnya agak sulit membuat murid
paham tetapi dengan diberikan beberapa contoh akhirnya murid mengerti juga
dengan yang dimaksud keyakinan kelas. Dari nilai nilai kebajikan yang masing
masing murid kumpulkan kemudian kami diskusikan kembali untuk dirangkum dalam
kalimat pernyataan positif yang jumlahnya sudah memuat nilai nilai yang murid
maksudkan. Keyakinan kelas yang diperoleh adalah pernyataan kami murid yang
bertaqwa kepada Tuhan YME, menghormati guru dan teman, menghargai waktu, senang
menjaga kebersihan, kami murid yang aktif dan rajin belajar, kami murid yang
bertanggung jawab, dan kami murid yang peduli kepada sesama. Setelah ditulikan
dalam kertas dan menempelkan kemudian murid membubuhkan sidik jari mereka
sebagai symbol deklarasi persetujuan murid. Keyakinan kelas dipajang didinding
kelas yang mudah dibaca oleh murid sebagai pengingat murid untuk terus
menumbuhkan budaya positif.
Melakukan refleksi penerapan
budaya positif perlu terus dilakukan oleh guru maupun pihak menajemen sekolah agar
dapat terpantau barapa banyak guru yang telah membuat keyakinan kelas atau
melakukan segitiga restitusi dalam menyelesaikan permasalahan sehingga budaya
positif di sekolah dapat cepat terwujud.
Foto 1. Koordinasi CGP
bersama Dra. Sri Purwatiningsih (kepala sekolah )
Foto 2. Pemaparan berbagi pemahaman dan penerapan Budaya posifif
Foto 3. Ice Breaking
Foto 4. Bermain “Coba Buka”
Foto 6. Keyakinan kelas XI Multimedia 1
Comments
Post a Comment